Rabu, 29 Februari 2012

BERKABUNG

JAGAD HARI INI TELAH BERDUKA YANG SANGAT MENDALAM
TELAH PULANG KE RAHMATULLOH SIMBAH YAI ALI YAHYA LASEM DAN SIMBAH YAI zaini muhibbin purwodadi,
ALLAHUMMAGFIRLAHUMA WARHAMHUMA WA'AFIHIMA WA'FU ANHUMA,LAHUMA FATIHAH.......
Read more

BUMI LANGITAN BERDUKA

INNAA LILLAHI WA INNAA ILAIHI ROJI'UN ...
TELAH BERPULANG KE RAHMATULLOH
KH.ABDULLAH FAQIH PENGASUH PP.LANGITAN WIDANG TUBAN.

YAA ALLOH BIHAA...
YAA ALLOH BIHAA...
YAA ALLOH BIHUSNIL KHOTIMAH ...

ALLOHUMMAGHFIRLAHU
WARHAMHU
WA 'AAFIHI WA'FU 'ANHU

LAHUL FAATIHAH ...
Read more

Selasa, 28 Februari 2012

WASIAT UNTUK ANAK KU TERSAYANG

 
"Anakku, ketahuilah dalam
perjalanmu menuntut ilmu
nanti, kamu akan diuji dengan
banyak hal, dengan kesusahan
hidup, kesulitan biaya,
lingkungan, kawan-kawan, dan lainnya. Teguhkan selalu
niat di hatimu dan mintalah
pertolongan pada Allah setiap
waktu. Dan ingatlah, ujian
terberat yang akan kamu
hadapi nanti adalah wanita, maka berhati-hatilah
menghadapi wanita. Jangan
pernah mengikuti ajakan
nafsu yang menyesatkan." "Anakku, berpacaran yang
saat ini banyak digandrungi
anak-anak muda adalah sikap
laki-laki bermental kerupuk
dan pecundang dan tipe
wanita yang tak punya harga diri, menjalin hubungan secara
syar`i dan menikahi dengan
cara-cara yang baik, itulah
akhlak seorang laki-laki yang
didamba dan sikap seorang
wanita calon penghuni sorga. Bila godaan itu terasa berat
bagimu, berpuasa tak sanggup
mengobatimu, maka
menikahlah, insya Allah itu
lebih berkah dan
mengantarkan pada kebaikan." "Anakku, jika kamu mengira
berpacaran itu adalah jalan
menuju pernikahan, maka
engkau telah tertipu oleh
nafsumu. Engkau telah
termakan bujuk rayu setan durjana. Apakah engkau mau
memetik buah dari pohon
sebelum waktunya? Apakah
engkau mau membeli barang
yang telah usang dan pernah
dipakai orang?" "Anakku, janganlah engkau
mengira, pacaran yang ayah
maksud bertemu dan jalan
berdua-duan semata, tapi
jagalah matamu,
pendengaranmu, hatimu dan pikiranmu. Janganlah menjadi
pemuda yang lemah. Ingatlah,
engkau adalah pemimpin,
jangan biarkan hawa nafsu
yang memimpinmu." "Jika suatu saat nanti,
dorongan untuk menikah
begitu kuat dan menyesak di
dadamu, engkau merasa telah
siap, namun orang tua belum
merestui dan ada jalan lain yang menghambat. ayah
sarankan, bersabarlah,
bersabarlah, dan bersabarlah.
Sembari terus mencoba dan
berdoa tiada henti pada Allah.
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan
ketahuilah, orang-orang yang
sabar akan mendapatkan
pahala yang berlipat, dan
orang-orang sabar akan
memetik mutiara iman yang begitu banyak dalam
kesabarannya itu. Dan
yakinlah sesungguhnya
bersama satu kesulitan ada
banyak kemudahan." "Anakku, jangalah engkau
tergoda oleh nafsumu,
janganlah engkau tertipu
dengan bisikan musuhmu,
setan durjana. Mungkin Allah
tengah mengujimu, dan menyiapkan untukmu hadiah
yang indah. Maka selalulah
berbaik sangka pada Allah."
Read more

Rabu, 18 Januari 2012

akses plus

Aksesplus " SATU tempat SEMUA pembayaran " adalah salah satu produk BPRKS yang bergerang di bidang PPOB (Payment Poin Online Bank) atau loket resmi pembayaran online.
transaksi sangat lah mudah.,ini peluang bisnis yang menguntungkan...buruan daftar pake akses transaksi lancar banyak untung.

*untuk pendaftaran bisa menghubungi saya
no hp:081228652000
email:sikembarcoy@yahoo.co.id
Read more

Jumat, 14 Oktober 2011

Cara Offline Update Norton AntiVirus langkah demi langkah

Berikut cara2 meng-update definisi virus Norton AntiVirus dari Symantec.
Langkah demi langkah:

Kunjungi situs "www.symantec.com" dan klik link "download",






Pilih link "virus definitions",
Lalu "download virus definition (intelligent updater only)",

Pilih versi produk Norton dibawah lalu pilih "download updates",
Pilih yg aku lingkari toe....
Mudah-mudahan membantu para pengguna Norton AntiVirus...
Read more

Selasa, 09 Agustus 2011

Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Hukum Islam

Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Hukum Islam (1 dari 4 Tulisan)

Disusun Oleh Kholid Syamhudi.

Amar ma’ruf nahi munkar merupakan kekhususan dan keistimewaan Ummat Islam yang akan  mempengaruhi kemulian Ummat Islam. Sehingga Allah mendahulukan penyebutannya di depan lafal iman dalam firman-Nya,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah Ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imron :110)
Demikian pula, Allah membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan Amar ma’ruf nahi munkar ini. Allah berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah:71)
Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Dalam ayat ini Allah menjelaskan, Ummat Islam adalah Ummat terbaik bagi segenap Ummat manusia. Ummat yang paling memberi manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi manusia.  Ummat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada semua perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang semua kemunkaran. Merekapun tidak berjihad untuk itu. Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil- kebanyakan jihad mereka untuk mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi Musa,
يَاقَوْمِ ادْخُلُوا اْلأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَلاَ تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ  قَالُوا يَامُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَن نَّدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِن يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذاَ دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ قَالُوا يَامُوسَى إِنَّا لَن نَّدْخُلَهَآ أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلآَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka berkata,”Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. (Surat Al-Maidah : 21-24)
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإِ مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلاَّ تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَالَنَآ أَلاَّ نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِن دِيَارِنَا وَأَبْنَآئِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمْ وَاللهُ عَلِيمُُ بِالظَّالِمِينَ
Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa wafat) ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab,”Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. Mereka menjawab,”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang dzalim. (Al-Baqarah:246).
Mereka berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak mereka. Sudah demikian ini, mereka pun masih melanggar perintah. Sehingga tidak dihalalkan bagi mereka harta rampasan perang. Demikan juga tidak boleh mengambil budak-budak tawanan perang”. (Ibnu Taimiyah, Al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyi  ‘Anil Munkar, hal 34.  Kitab ini telah diterjemahkan oleh al-Akh Abu Ihsan dengan judul yang sama, diterbitkan Pustaka at-Tibyan, Solo).
     Demikianlah anugerah Allah kepada Ummat Islam. Dia menjadikan amar ma’ruf nahi munkar sebagai salah satu tugas penting Rasulullah. Bahkan beliau diutus untuk itu, sebagaimana firman Allah ,
الذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الأُمِّي الذِيْ يَجِدُوْنَهُ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِيْ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَاْلأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَعَزَرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوْا النُّوْرَ الَّذِيْ أَنْزَلَ مَعَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Surat Al- A’raaf : 157).
Kemudian Allah menciptakan orang-orang yang selalu mewarisi tugas utama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan memerintahkan Ummat ini untuk menegakkannya, dalam firman-Nya,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Al-Imron:104)
Tugas penting ini sangat luas jangkauannya, baik zaman ataupun tempat. Meliputi seluruh ummat dan bangsa, dan terus bergerak dengan jihad dan penyampaian ke seluruh belahan dunia. Tugas ini telah diemban Ummat Islam sejak masa Rasulullah sampai sekarang hingga hari kiamat nanti.

Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar
(Disarikan dari buku Hakikat Al Amr Bil  Ma’ruf wan Nahi ‘Anil Munkar, karya Dr. Hamd bin Nashir Al Amaar, hal. 39-40 dan Makalah Al Amr Bil  Ma’ruf wan Nahi Anil Munkar Bainal Ifraath wat Tafriith, karya Dr.Ali Nashir Al Faqihiy, dalam Majalah Al-Furqaan edisi 144, 21 Shafar 1422 H, hal.20 serta Al Amr Bil  Ma’ruf wan Nahi ‘Anil Munkar, Ibnu Taimiyah).
     Amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah kepada Ummat Islam sesuai kemampuannya. Ditegaskan oleh dalil Al Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’ para Ulama.
Dalil Al Qur’an
Firman Allah ,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Al-Imran:104).

Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini,”Maksud dari ayat ini, hendaklah ada sebagian Ummat ini yang menegakkan perkara ini“. (Lihat tafsir Al Quran Al Karim karya Ibnu Katsir 1/339-405).

Dan firman-Nya,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kamu adalah Ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Al-Imran :110).

Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk Ummat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya“. (Lihat Asy-Syaukaniy, Fathul Qadir, 1/453).

Dalil Sunnah
Sabda Rasulullah ,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Barang siapa yang melihat satu kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman (Riwayat Muslim).

Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh Ummat telah bersepakat mengenai kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, tidak ada perselisihan diantara mereka sedikitpun”. (Ibnu Hazm, Al-Fashl Fil Milal Wan Nihal, 5/19).

2. Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah telah menegaskan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar melalui beberapa ayat dalam Al Qur’an, lalu dijelaskan Rasulullah dalam hadits yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas kewajibannya“. (Al-Jashash, Ahkamul Qur’an , 2/486)

3. An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta Ijma’ yang menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar“. (An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, 2/22).

4. Asy-Syaukaniy berkata,”Amar ma’ruf nahi munkar termasuk kewajiban, pokok serta rukun syari’at terbesar dalam syari’at. Dengannya sempurna aturan Islam dan tegak kejayaannya“. (Asy-Syaukaniy, Fathul Qadir, 1/450).

Jelaslah kewajiban Ummat ini untuk beramar ma’ruf nahi munkar.

 Derajat Kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Munkar
(Disarikan dari buku Hakikat Al-Amr Bil  Ma’ruf wan-Nahi ‘Anil Munkar, karya Dr. Hamd bin Nashir Al-Amaar, hal.40-51dengan perubahan).

Amar ma’ruf nahi munkar sebagai satu kewajiban atas Ummat Islam, bagaimanakah derajat kewajibannya? Apakah fardhu ‘ain ataukah fardhu kifayah? Para ulama berselisih tentang hal ini.
Pendapat pertama
Memandang kewajiban tersebut adalah fardhu ‘Ain. Ini merupakan pendapat sejumlah ulama, diantaranya Ibnu Katsir (Lihat Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim karya Ibnu Katsir 1/390) , Az Zujaaj, Ibnu Hazm (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, 10/505)..Mereka berhujjah dengan dalil-dalil syar’i, diantaranya:
1. Firman Allah ,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran:104)
Mereka mengatakan bahwa kata مِنْ  dalam ayat مِنْكُمْ  untuk penjelas dan bukan untuk menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat, jadilah kalian semua Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Demikian juga akhir ayat yaitu:
وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Menegaskan bahwa keberuntungan khusus bagi mereka yang melakukan amalan tersebut. Sedangkan mencapai keberuntungan tersebut hukumnya fardhu ‘ain. Oleh karena itu memiliki sifat-sifat tersebut hukumnya wajib ‘ain juga. Karena dalam kaedah disebutkan:
مَا لاَ يَتِمُّّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Satu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
2. Firman Allah ,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah Ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran :110).
Dalam ayat ini, Allah menjadikan syarat bergabung dengan Ummat Islam yang terbaik, yaitu dengan amar ma’ruf nahi munkar dan iman. Padahal bergabung kepada Ummat ini, hukumnya fardu ‘ain. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata,”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Surat Fushilat :33)
Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi fardhu ‘ain. Sebagaimana Umar bin Al Khathab menganggapnya sebagai syarat Allah bagi orang yang bergabung ke dalam barisan Ummat Islam. Beliau berkata setelah membaca surat Ali Imran:110,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk Ummat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya”
Pendapat kedua
Memandang amar ma’ruf nahi munkar fardhu kifayah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Diantara mereka yang menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-Jashash (Al Jashosh, Ahkamul Qur’an, 2/29) , Al-Mawardiy, Abu Ya’la Al-Hambaliy, Al Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al Qurthubiy (Al Qurthubiy, Tafsir Al-Qurthubiy, 4/165). , Ibnu Qudamah (Ibnu Qudamah, Mukhtashor Minhajul Qashidiin, hal.156), An-Nawawiy (An Nawawi, Syarah Shahih Muslim, 2/23), Ibnu Taimiyah (Ibnu Taimiyah, Al Amr Bil Ma’ruf wan Nahi ‘Anil Munkar , hal.37), Asy-Syathibiy (Asy Syathibiy, Al-Muwafaqaat Fi Ushulisy Syari’at, 1/126)   dan Asy-Syaukaniy  (Asy Syaukaiy, Fathul Qadir, 1/450).
.
Mereka berhujjah dengan dalil-dalil berikut ini:
1. Firman Allah ,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran:104)
Mereka mengatakan bahwa kata مِنْ  dalam ayat مِنْكُمْ  untuk menunjukkan sebagian. Sehingga menunjukkan hukumnya fardhu kifayah.
Imam Al Jashash menyatakan,”Ayat ini mengandung dua makna. Pertama, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh sebagian, maka yang lain tidak terkena kewajiban”. (Al Jashash, Ahkamul Qur’an, 2/29).

Ibnu Qudamah berkata,”Dalam ayat ini terdapat penjelasan hukum amar ma’ruf nahi munkar yaitu fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain”. (Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidiin, hal 156).
2. Firman Allah ,
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At-Taubah : 122)
Hukum tafaquh fiddin (memperdalam ilmu agama) adalah fardhu kifayah. Karena Allah memerintahkan sekelompok kaum mukminin dan tidak semuanya untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu orang yang belajar dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung jawab  memberi peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian juga jihad, hukumnya fardhu kifayah.
Syeikh Abdurrahman As Sa’diy menyatakan,”Sepatutnya kaum muslimin mempersiapkan orang yang menegakkan setiap kemaslahatan umum mereka. Orang yang meluangkan seluruh waktunya  dan bersungguh-sungguh serta tidak bercabang, untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan mereka. Hendaklah arah dan tujuan mereka semuanya satu, yaitu menegakkan kemaslahatan agama dan dunianya” (As Sa’diy, Taisir Karimir Rahman, 3/315, lihat Hakikat Amar Ma’ruf Nahi Munkar, hal. 43).

3. Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Karena orang yang menegakkannya harus memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti mengetahui hukum-hukum syari’at, tingkatan amar makruf nahi munkar, cara menegakkannya, kemampuan melaksanakannya. Demikian juga dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf nahi munkar bila tanpa ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan kemunkaran dan mencegah kema’rufan atau berbuat keras pada saat harus lembut dan sebaliknya.
4. Firman Allah ,
الذِّيْنَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِيْ اْلأَرْضِ أَقَامُوْا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُوْرِ
(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan. (QS. 22:41)
Imam Al Qurthubiy berkata,”Tidak semua orang diteguhkan kedudukannya dimuka bumi, sehingga hal tersebut diwajibkan secara kifayah kepada mereka yang diberi kemampuan untuknya” (Al Qurthubi, Tafsir Qurthubi, 4/165).

Oleh karena itu Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan,”Demikian kewajiban amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini tidak diwajibkan kepada setiap orang, akan tetapi merupakan fardhu kifayah” (Ibnu Taimiyah, Al Amr Bil Makruf wan Nahi ‘Anil Munkar, hal.37).

Akan tetapi hukum ini bukan berarti menunjukkan bolehnya seseorang untuk tidak berdakwah, atau beramar makruf nahi munkar.  Karena terlaksananya fardhu kifayah ini dengan terwujudnya pelaksanaan kewajiban tersebut. Sehingga apabila kewajiban tersebut belum terwujud pelaksanaannya oleh sebagian orang, maka seluruh kaum muslimin terbebani kewajiban tersebut.
Pelaku amar makruf nahi munkar adalah orang yang menunaikan dan melaksanakan fardhu kifayah. Mereka memiliki keistimewaan lebih dari orang yang melaksanakan fardhu ‘ain. Karena pelaku fardhu ‘ain hanya menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan pelaku fardhu kifayah menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin seluruhnya. Demikian juga fardhu ‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa, sedangkan fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya.
Pendapat ini Insya Allah pendapat yang rajih (kuat). Wallahu a’lam.

Berubahnya Hukum Amar Makruf Nahi Munkar Menjadi Fardhu ‘Ain
Amar makruf nahi munkar dapat menjadi fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat diatas, apabila :
Pertama. Ditugaskan oleh pemerintah.
Al Mawardi menyatakan,”Sesungguhnya hukum amar makruf nahi munkar fardhu ‘ain dengan perintah penguasa“. (Al Mawardi, Al Ahkam Sulthaniyah, hal.391, dinukil dari Hakikat Amar Ma’ruf Nahi Munkar hal.50).

Kedua. Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemunkaran yang terjadi.
An Nawawiy berkata,”Sesungguhnya amar makruf nahi munkar fardhu kifayah. Kemudian menjadi fardhu ‘ain, jika dia berada di tempat yang tidak mengetahuinya kecuali dia“. (An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 2/23).
Ketiga. Kemampuan amar makruf nahi munkar hanya dimiliki orang tertentu.
Jika kemampuan menegakkan amar makruf nahi munkar terbatas pada sejumlah orang tertentu saja, maka amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain bagi mereka.
An Nawawi berkata,”Terkadang amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain, jika berada di tempat yang tidak mungkin menghilangkannya kecuali dia. Seperti seorang yang melihat istri atau anak atau budaknya berbuat kemunkaran atau tidak berbuat kema’rufan“. (An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 2/23).
Keempat. Perubahan keadaan dan kondisi.
Syeikh Abdul Aziz bin Baaz memandang amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain dengan sebab perubahan kondisi dan keadaan, ketika beliau berkata, “Ketika sedikitnya para da’i. Banyaknya kemunkaran dan kebodohan yang merata, seperti keadaan kita sekarang ini, maka dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang sesuai dengan kemampuannya“. (Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz, Ad Dakwah Ila Allah wa Akhlaqud Du’at, hal. 16).

Melihat realitas Ummat Islam sekarang maka nampaknya amar ma’ruf nahi munkar menjadi kewajiban atas setiap orang. Hal ini tentunya membutuhkan pengorbanan dalam menegakkannya. Apalagi Islam yang paripurna ditetapkan Allah untuk kemaslahatan makhlukNya dan menghilangkan semua jenis kemudhoratan. Oleh karenanya dalam amar ma’ruf nahi munkar tidak mungkin lepas dari permasalahan maslahat dan mafsadat, yang tentunya didasarkan dengan timbangan syari’at bukan sekedar prasangka dan dugaan semata.
Akan tetapi, fenomena yang ada sekarang ini banyak amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan tidak dengan prosedur syari’at, sehingga terjadi fitnah dan kemunkaran yang besar menimpa kaum muslimin. Lebih celaka lagi orang lemah dan tidak berdosapun ikut menanggung akibatnya. Demikianlah sunnatullah, jika timbul fitnah maka akan menimpa orang yang zhalim dan yang sholih, sebagaimana firman Allah :

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَتُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan peliharalah dirimu dari pada fitnah yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. 8:25).
Tentunya hal ini tidak kita harapkan terjadi terus menerus. Namun kitapun tidak boleh apriori dan merasa tidak bertanggung jawab untuk beramar ma’ruf nahi munkar, lantas berdalih dengan kenyataan diatas untuk meninggalkan kewajiban yang mulia ini.
Amar ma’ruf nahi munkar disyariatkan semata untuk kemaslahatan manusia, kemaslahatan bagi yang berbuat kemunkaran  (untuk berhenti dari kemunkarannya), kemaslahatan bagi pelaku amar ma’ruf nahi munkar dan kemaslahatan bagi yang belum melakukannya. Rasulullah bersabda dalam hadits An Nu’man bin Basyir :
مَثَلُ الْمُدْهِنِ فِي حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا مَثَلُ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا سَفِينَةً فَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَسْفَلِهَا وَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَعْلاَهَا فَكَانَ الَّذِي فِي أَسْفَلِهَا يَمُرُّونَ بِالْمَاءِ عَلَى الَّذِينَ فِي أَعْلاَهَا فَتَأَذَّوْا بِهِ فَأَخَذَ فَأْسًا فَجَعَلَ يَنْقُرُ أَسْفَلَ السَّفِينَةِ فَأَتَوْهُ فَقَالُوا مَا لَكَ قَالَ تَأَذَّيْتُمْ بِي وَلاَ بُدَّ لِي مِنَ الْمَاءِ فَإِنْ أَخَذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَنْجَوْهُ وَنَجَّوْا أَنْفُسَهُمْ وَإِنْ تَرَكُوهُ أَهْلَكُوهُ وَأَهْلَكُوا أَنْفُسَهُمْ
Perumpamaan orang yang teguh menjalankan hukum Allah dan orang yang terjerumus didalamnya bagaikan satu kaum yang membagi tempat diatas perahu, sebagian mendapat tempat di bawah dan sebagian di atas. Orang yang di bawah memerlukan air melalui orang yang di atas, lalu hal itu mengganggu mereka. Kemudian (orang yang di bawah) mengambil kampak dan mulai melobangi perahu. Datanglah orang-orang yang di atas dan berkata:” kenapa berbuat demikian?” dia menjawab:”kalian terganggu oleh saya, padahal saya mesti mengambil air” jika mereka menahannya, maka mereka menyelamatkannya dan menyelamatkan diri mereka sendiri; dan jika membiarkannya maka mereka membinasakannya dan membinasakan diri mereka semua. (Riwayat Bukhori).
Untuk itulah para Ulama mengerahkan segala kemampuannya untuk menggariskan kaidah amar ma’ruf nahi munkar. Garis besar penerapan yang dapat digunakan oleh kaum muslimin di setiap tempat dan waktu, sehingga amar ma’ruf nahi munkar menjadi rahmat bagi manusia.

Rukun Amar Makruf Nahi Munkar.
Amar ma’ruf nahi munkar memiliki empat rukun, yaitu:
1. Pelaku amar ma’ruf nahi munkar
2. Amalan kema’rufan dan kemunkaran
3. Orang yang meninggalkan kema’rufan dan pelaku kemunkaran (obyek amar ma’ruf nahi munkar)
4. Perbuatan amar ma’ruf nahi munkar itu sendiri. (Insya Allah bersambung)
Read more

Kamis, 04 Agustus 2011

Sebab-Sebab Ampunan Di Bulan Ramadhan

Sebab-Sebab Ampunan Di Bulan Ramadhan

 

Diposting pada Jum'at, 21-08-2009 | 10:41:10 WIB

SEBAB-SEBAB AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab turunnya ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah :
  • Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih)
  • Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
  • Melakukan shalat dan ibadah lain di malam Lailatul Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar kavena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu . (Hadits Muttafaq 'Alaih)
  • Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa~osanya, dan pembebasan dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
  • Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya untukmu . "(Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah hadits disebutkan:
"Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya. Di antaranya disebutkan,"orang yang berpuasa hingga ia berbuka" (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya hadits shahih hasan.)
Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan istighfar di setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tuhan kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia, (yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman "Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuknya, barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. " (HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak pada saat Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik pada bulan Ramadhan ?
Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam senantiasa berdo'a :
"Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami di dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain lindungilah kami didalamnya dari bhttp://www.muslimdaily.net/muslim/artikel/edit/3924erbagal fitnah '
Mereka berdo'.kepada Allah selama enam bulan agar bisa mendapatkan Ramadhan, dan selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a agar puasanya diterima. Di antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
Read more